SOCIAL MEDIA

Allah says :

كل نفس ذائقة الموت


means – "Every soul shall taste death" (surah 3: verse 185)

Pandemi covid-19 yang sudah berlangsung 2 tahun ini begitu banyak kehilangan yang terjadi, kehilangan materi, kehilangan pekerjaan, juga kehilangan orang-orang terkasih. Sepupu saya yang berumur 15 tahun mendengar kabar ibunya meninggal dunia ketika ia masih berada di kereta api dari stasiun Klaten menuju Jakarta, ia memeluk luka dan dukanya seorang diri. Ia sama sekali tak menangisi ibunya dalam perjalanan, ia menggunakan seluruh energinya untuk tampak kuat hingga akhirnya kekuatan dan pertahanannya runtuh di jam 3 pagi begitu sampai di rumah. Ia melihat jenazah ibunya untuk yang terakhir kali, jenazah ibunya terlihat menengok ke sebelah kanan dan tersenyum. Ia menangis gemetar, ibunya kini tak ada lagi memanggilnya dengan sebutan 'le', menemaninya mengurus urusan sekolah, bertanya sudah makan atau belum, juga tak melihatnya masuk perguruan tinggi. 

Beberapa bulan sebelumnya, sepupu saya yang lain, usianya masih 12 tahun, ia juga kehilangan ibunya. Ayahnya kini sakit-sakitan, duka yang datang beruntun setelah sebelumnya kehilangan kakek kami kemudian ibunya. Ibu saya sempat pingsan saat itu, tak kuat menanggung sedih dan kehilangan yang memang harus kami terima. 

Sebenarnya, tahlil ini terlepas dari perdebatannya, bagi keluarga yang sedang berduka selain sebagai cara untuk mengirim doa, mengulang dzikir, juga sebagai penghiburan supaya kita keluarga yang ditinggalkan gak merasa seorang diri, pelayat yang hadir, ada untuk menemani masa transisi berduka sebelum rumah terasa sepi.
 
Ambisi dan keinginan dunia yang tak ada habisnya, tak bernilai apa-apa ketika kematian tiba. Pandemi ini membuat kita melihat siapa yang lebih mementingkan egonya, tak peduli orang lain kelimpungan mempertahankan hidup di tengah pandemi. Sudah lama enggan berharap apa-apa pada orang lain.
 

Pandemi dan kehilangan

January 29, 2022