Di ingatan saya, almarhum sedang mengingatkan saya sewaktu saya lupa membaca Nun ‘Iwadh (nun kecil yang dibaca dengan harakat kasrah) ketika mengaji sebelum kami bekerja. Ia kemudian mengoreksi bacaan tilawah saya.
Saya sedang dalam perjalanan setelah mengunjungi kerabat di semarang ketika saya membaca link tautan donasi untuk kang irfan yang terkena kanker limfoma sel-T di internet. Saya lantas mencari tau dan ia memang kang irfan yang saya kenal. Sempat berencana menjenguknya dan menghubungi istrinya ketika masih dirawat di salah satu rumah pengobatan di Tangerang, namun karena rem mobil yang blong, rencana tersebut saya undur satu hari dan keesokan harinya kang irfan ternyata sudah kembali ke Bandung.
Berselang satu minggu, kang irfan berpulang (11/7). Ingatan tentang Nun ‘Iwadh masih terngiang. Semua kebaikannya, semua hal-hal berkesan yang pernah ia lakukan. Kenangan baik tentangnya sudah tentu juga membekas di semua orang yang mengenalnya.
Kematian layaknya kawan akrab yang berlaku pasti. Ia amat dekat. Walau kita berupaya lari darinya, ia tetap akan merengkuh kita dalam pelukannya. Kematian yang layaknya kawan akrab ini juga mengingatkan saya sekitar satu tahun lalu, satu minggu sebelum Ramadhan. Seorang teman (almarhumah) mengantar saya hingga saya benar-benar hilang dari pandangannya.
"Hati-hati di jalan teh" ucapnya tepat di depan pintu ketika mengantar saya yang akan masuk ke mobil. Kata-kata terakhir yang saya dengar itu seolah menemani saya sepanjang perjalanan. Ia sama sekali tak beranjak dari tempat kami berpisah ketika saya menoleh ke belakang. Sebelumnya ia memeluk saya erat sekali. Peluk dan pertemuan yang tak saya sangka menjadi yang terakhir kalinya.
Tak hanya pada terminal, bandar udara, pelabuhan, maupun stasiun, kita kerap mengantar pergi dan menyambut pulang. Di depan pintu rumah, pintu tempat kita bekerja, kendaraan atau tempat-tempat usai kita bertemu dengan seseorang, kita mengantar pergi dengan memandangi punggungnya yang semakin menjauh, juga mengingat wangi parfum dari pewangi pakaian yang kita tau betul siapa pemiliknya.
"Allahummaghfir lahu warhamhu wa 'aafihi wa'fu 'anhu. Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia".
Semoga Allah senantiasa melindungi dan memberi kesabaran kepada keluarga yang ditinggalkan.
Bogor, Juli 2017
Foto kang irfan (pakai syal di leher) di kamera saya tahun 2015 |
Saya sedang dalam perjalanan setelah mengunjungi kerabat di semarang ketika saya membaca link tautan donasi untuk kang irfan yang terkena kanker limfoma sel-T di internet. Saya lantas mencari tau dan ia memang kang irfan yang saya kenal. Sempat berencana menjenguknya dan menghubungi istrinya ketika masih dirawat di salah satu rumah pengobatan di Tangerang, namun karena rem mobil yang blong, rencana tersebut saya undur satu hari dan keesokan harinya kang irfan ternyata sudah kembali ke Bandung.
Berselang satu minggu, kang irfan berpulang (11/7). Ingatan tentang Nun ‘Iwadh masih terngiang. Semua kebaikannya, semua hal-hal berkesan yang pernah ia lakukan. Kenangan baik tentangnya sudah tentu juga membekas di semua orang yang mengenalnya.
Kematian layaknya kawan akrab yang berlaku pasti. Ia amat dekat. Walau kita berupaya lari darinya, ia tetap akan merengkuh kita dalam pelukannya. Kematian yang layaknya kawan akrab ini juga mengingatkan saya sekitar satu tahun lalu, satu minggu sebelum Ramadhan. Seorang teman (almarhumah) mengantar saya hingga saya benar-benar hilang dari pandangannya.
"Hati-hati di jalan teh" ucapnya tepat di depan pintu ketika mengantar saya yang akan masuk ke mobil. Kata-kata terakhir yang saya dengar itu seolah menemani saya sepanjang perjalanan. Ia sama sekali tak beranjak dari tempat kami berpisah ketika saya menoleh ke belakang. Sebelumnya ia memeluk saya erat sekali. Peluk dan pertemuan yang tak saya sangka menjadi yang terakhir kalinya.
Tak hanya pada terminal, bandar udara, pelabuhan, maupun stasiun, kita kerap mengantar pergi dan menyambut pulang. Di depan pintu rumah, pintu tempat kita bekerja, kendaraan atau tempat-tempat usai kita bertemu dengan seseorang, kita mengantar pergi dengan memandangi punggungnya yang semakin menjauh, juga mengingat wangi parfum dari pewangi pakaian yang kita tau betul siapa pemiliknya.
Begitu banyak kenangan yang kita lewatkan. Di poin ini, saya bisa saja salah. Sebab banyak kenangan yang kita harap terkubur dalam-dalam.
Pada akhirnya, kita harus menerima bahwa kepergian memang harus dihadapi.
Semoga Allah senantiasa melindungi dan memberi kesabaran kepada keluarga yang ditinggalkan.
Bogor, Juli 2017